Salah satu prinsip di Muhammadiyah adalah potongan dari ayat Surat Al-Baqarah:148, yaitu ‘Fastabiqul Khairat’ yang artinya ‘berlomba-lomba dalam kebaikan’.
Makna ‘berlomba-lomba dalam kebaikan’ di dalam Muhammadiyah menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti tidak sekadar berkompetisi. Tetapi berkompetisi secara sehat dan ksatria. Mu’ti mengistilahkan sebagai ‘gentleman competition’ (persaingan secara jantan) dan bukan ‘rivalry confrontation’ (konfrontasi berbasis rival).
“Kita ini Muhammadiyah itu hendaknya berupaya menjadi terbaik, tapi kalau tidak bisa, maka harus (tetap) di atas rata-rata,” jelasnya dalam peringatan 104 tahun Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (5/12).
“Kita bisa menjadi greater (lebih hebat) tapi bukan dengan meniadakan dan melumpuhkan yang lainnya, tapi dengan melampaui yang lainnya, itulah prinsip dari fastabiqul khairat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Mu’ti menuturkan bahwa prinsip Fastabiqul Khairat telah dipahami oleh generasi awal Muhammadiyah. Hal ini dapat dilihat dari kisah ketika Kiai Syudja’ pada tahun 1922 menyatakan keinginannya agar Muhammadiyah mendirikan rumah sakit menyaingi para misionaris Zending, termasuk juga menyediakan pelayanan sosial seperti panti asuhan dan sebagainya.
Ketika Kiai Syudja’ ditertawakan oleh banyak pihak karena dianggap cita-cita itu terlampau mustahil pada zamannya, Kiai Syudja’ menegaskan prinsip Fastabiqul Khairat dengan potongan syair Arab, “hum rijal wa nahnu rijal” (mereka dan kita sama-sama laki-laki).
“Semangat inilah yang menjadi kunci Muhammadiyah itu maju. Dalam buku Pak Alwi Shihab itu maka Muhammadiyah memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” jelas Mu’ti.
“Bersaing secara ksatria, bersaing dengan kualitas yang kita miliki. Bukan mengembangkan konfrontasi atau permusuhan dan rivalitas yang saling menjatuhkan. Inilah prinsip yang kemudian jadi landasan kenapa Muhammadiyah itu terus maju dan terus berkembang,” tegasnya.