Sejarah Singkat Sidang Tanwir Muhammadiyah
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah kembali menggelar sidang tanwir tahun 2022 pada Kamis (30/06) ini. Mengusung tema “Optimis Hadapi Covid Menuju Sukses Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Surakarta”, sidang Tanwir ini dilakukan secara blended dengan pusat kegiatan di Yogyakarta dan Jakarta.

Read More...

Sejarah Singkat Sidang Tanwir Muhammadiyah

Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah kembali menggelar sidang tanwir tahun 2022 pada Kamis (30/06) ini. Mengusung tema “Optimis Hadapi Covid Menuju Sukses Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Surakarta”, sidang Tanwir ini dilakukan secara blended dengan pusat kegiatan di Yogyakarta dan Jakarta.

Tanwir kali ini melibatkan seluruh pengurus Muhammadiyah dari sabang sampai merauke, pengurus Aisyiyah se-Indonesia, Pengurus ortom tingkat pusat dan segenap Pengelola amal Usaha di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah. Bahasan utama yang dimusyawarahkan adalah apakah Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 di Solo pada 18-20 November nanti akan dihadiri penggembira atau tidak.

Lantas, sejak kapan Muhammadiyah menggunakan istilah “Tanwir?” Istilah “Tanwir” yang berarti pencerahan ini muncul dan resmi digunakan pada tahun 1932 ketika Muhammadiyah dipimpin oleh KH. Hisyam. Dalam penelusuran Pusdatlitbang Suara Muhammadiyah, pada mulanya disebut Madjlis Tanwir sebagai salah satu hasil Kepoetoesan Conferentie Consul Hoofdbestuur Moehammadijah Hindia-Timoer di Djokjakarta (19-22 November 1932).

Dalam perjalanannya, kata “Tanwir” sebagai suatu kegiatan permusyawaratan, diresmikan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada tahun 1935. Namun, kata “Tanwir” baru tercatat dalam dokumen resmi persyarikatan sebagai permusyawaratan tertinggi tertuang dalam Anggatan Dasar Muhammadiyah tahun 1959 Bab VI Pasal 16: “Tanwir ialah permusyawaratan tertinggi dalam Persyarikatan pada waktu tidak ada Mu’tamar…”

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang paling mutakhir secara eksplisit disebut dalam Pasal 24: “(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat. (2) Anggota Tanwir terdiri atas: a. Anggota Pimpinan Pusat b. Ketua Pimpinan Wilayah c. Wakil Wilayah d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat; (3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan Pimpinan; (4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.”

Itulah sejarah singkat Tanwir Muhammadiyah. Ini menunjukan bahwa sejak berdiri hingga sekarang, budaya musyawarah yang befokus pada kepentingan bersama benar-benar hidup dan terawat di Muhammadiyah. Tidak berlebihan bila mengatakan kehidupan musyawarah di tubuh Muhammadiyah tidak lagi hanya sebatas angan-angan teoritik, namun sudah mendarah daging.

Sumber: https://muhammadiyah.or.id/sejarah-singkat-sidang-tanwir-muhammadiyah/

Managed & Maintenanced by ArtonLabs