Musik dan lagu tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu media yang menyimpan dan menyampaikan makna. Bagi setiap organisasi atau suatu perkumpulan massa yang besar, musik dan lagu memiliki fungsi efektif untuk mengobarkan semangat perjuangan, menebalkan identitas gerakan, hingga menanamkan ideologi secara laten. Biasanya, mereka menggunakan lewat jenis lagu yang dikategorikan sebagai himne atau mars. Keduanya, dinyanyikan dalam acara formal.
Pada definisinya, himne atau gita puja adalah sejenis nyanyian yang ditujukan pada Tuhan atau sesuatu yang dimuliakan. Himne digunakan untuk mendoakan, memberi kesan agung, atau pun rasa syukur yang disampaikan dalam bentuk lagu. ‘Syukur’ karya Habib Husein Muthahar adalah sekian contohnya.
Sementara itu, mars (marcia) adalah bentuk lagu penyemangat dalam sebuah lembaga, organisasi, atau kelompok tertentu. Awalnya lagu mars diciptakan untuk pasukan militer. Tempo yang digunakan tetap dan teratur seperti langkah baris berbaris dengan tempo musik antara ½ atau ¼. Mars ‘Aisyiyah, mars Nasyiatul Aisyiyah, dan mars KOKAM adalah contohnya.
Siapa Pencipta Lagu Sang Surya?
Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, lagu Sang Surya merupakan salah satu dari jenis di atas. Tapi apakah Sang Surya merupakan jenis mars? Secara struktur, sulit untuk memastikannya, sebab tempo musik maupun lirik yang ada di dalamnya tidak tetap (bercampur). Tapi yang pasti, Sang Surya adalah lagu organisasi bagi Persyarikatan Muhammadiyah.
Lagu Sang Surya diciptakan pada kisaran Juni tahun 1975 oleh almarhum Djarnawi Hadikusumo, putra dari generasi awal atau as-sabiqunal al-awalun Muhammadiyah, yaitu Allahuyarham Ki Bagus Hadikusumo.
Membedah Makna Lagu Sang Surya
Menurut Budidharma dalam Iwan Fals VS Oom Pasikom (2010) secara umum lirik lagu berisi tentang makna tersembunyi (implisit). Lirik lagu cenderung “melukis sebuah gambar”, daripada menceritakan kisah yang sedang berlangsung sebagaimana bahasa lisan.
Kennedy, X. J. dan Gioia, D dalam bukunya yang berjudul An Introduction To Fiction (2005) sendiri menulis bahwa lirik lagu adalah sebuah puisi pendek yang mengekspresikan pemikiran dan perasaan dari seorang penulisnya.
Karena keabstrakan dan kemisteriusan sebuah lagu, maka pada akhirnya hanya penulis liriknya sajalah yang dapat memberi makna pasti dari lirik yang dia tulis. Sehingga tafsiran apapun pada sebuah lagu, termasuk Sang Surya sifatnya hanyalah penafsiran atau pendapat subjektif.
Pada artikel ini penulis menggunakan lirik Sang Surya yang dipublikasikan dalam Majalah Suara ‘Aisyiyah vol. 68/12 tahun 1993 di mana lirik Sang Surya masih menggunakan kata ‘telah bersinar’. Berikut ulasannya:
Secara struktur, lirik lagu Sang Surya berisi lima bagian berbeda, yaitu verse (bait), reffrain (pengulangan), chorus (pesan inti), bridge (jembatan), dan coda (penutup). Untuk mempermudah pembedahan makna, penulis membaginya berdasarkan angka 1-5.
- Verse:
Sang Surya telah bersinar
Syahadat dua melingkar
Warna yang hijau berseri
Membuatku rela hati
Penjelasan kalimat per kalimat:
Pada kalimat pertama, “Sang Surya telah bersinar” menggambarkan kedatangan suatu hal baru. Kata ‘telah’ mengindikasikan konteks zaman atau masa saat lahirnya Sang Surya tersebut.
Jika verse ini dikeluarkan dari keseluruhan lagu, ada dua pengertian di sini. Sang Surya dapat diartikan sebagai agama Islam, atau juga bisa berarti organisasi Muhammadiyah. Simbolisasi Sang Surya bermakna sebagai sifat dari hal baru ini, yaitu sesuatu yang agung dan memberi manfaat besar yang bersifat pencerahan. Apalagi dalam tradisi teologis dunia Timur pra-Islam hingga filsafat pasca Islam abad ke-12, matahari adalah simbol terbesar konsep Iluminasi di atas bintang-bintang.
Pada kalimat kedua, “Syahadat dua melingkar” dipastikan sebagai agama Islam. Dua syahadat itu adalah persaksian kepada ketauhidan Allah Swt dan kebenaran wahyu Nabi Muhammad Saw. Kata ‘melingkar’ menggambarkan sebagai satu kesatuan atau bisa juga sebagai buhul (ikatan) yang selalu mengikat pada hal baru yang datang tersebut (Sang Surya).
Pada kalimat ketiga, “Warna yang Hijau berseri” memaknakan sebagai sifat dari Sang Surya sendiri, yaitu sifat kesuburan (fertility), kemakmuran, dan kedamaian sebagaimana simbol umum dari warna hijau. Adapun kata ‘berseri’ memberi makna bahwa sifat yang dibawa itu memiliki kekhasan tersendiri (distingsi, Al-Khassah) atau pembeda (Al-Furqan) dari warna hijau pada umumnya.
Pada kalimat keempat, “Membuatku rela hati” membawa dua makna. Bagi kalangan luar atau outsider (di luar Sang Surya), kedatangan dan keberadaan Sang Surya membawa manfaat sehingga mereka (outsider) merasa nyaman dan aman. Di sisi lain, kalimat ini juga memaknakan jelasnya nilai kebenaran yang dibawa oleh “Sang Surya” sehingga membuat orang-orang yang berada di dalamnya (insider) merasa bahagia dan mantap untuk tetap memperjuangkan Sang Surya baik dalam keadaan lapang atau sempit.
- Reffrain:
Ya Allah Tuhan Rabbiku
Muhammad Junjunganku
Al Islam agamaku
Muhammadiyah gerakanku
Penjelasan kalimat per kalimat:
Pada kalimat pertama “Ya Allah Tuhan Rabbiku” memaknakan keyakinan tauhid bahwa Allah-lah satu-satunya Yang Menguasai atau Sang Pemelihara. Kata ‘Rabbi’ nampaknya dipilih berkaitan dengan para insider di lirik lagu sebelumnya, yakni orang-orang yang memilih berada di dalam dan memperjuangkan “Sang Surya”. Sehingga dalam kondisi sesempit apapun dalam berjuang, mereka tetap bertawakal dan yakin bahwa semua sudah diatur dan direncanakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Pada kalimat kedua, “Muhammad Junjunganku” menggambarkan siapa sosok panutan dan uswah para insider tersebut.
Pada kalimat ketiga, “Al-Islam agamaku” menggambarkan Islam yang dianut oleh para insider tersebut bukanlah Islamnya masyarakat awam. Tetapi Al-Islam, sebuah bentuk definit yang merujuk pada satu corak tertentu, yaitu Islamnya Muhammadiyah. Kalimat ini kemudian dipertegas oleh kalimat keempat yaitu, “Muhammadiyah gerakanku”.
- Chorus:
Di timur fajar cerah gemerlapan
Mengusir kabut hitam
Menggugah kaum muslimin
Tinggalkan peraduan
Lihatlah matahari telah tinggi
Di ufuk timur sana
Seruan Ilahi Rabi
Penjelasan kalimat per kalimat:
Pada kalimat pertama, “Di Timur” memaknakan secara geografis-imajiner yaitu dunia Timur (oriental), daerah yang mengalami penjajahan ekspansif Barat (Eropa) dari daratan Arabia sampai Asia. Lebih khusus, ‘timur’ mengandaikan tentang Indonesia. Secara utuh, kalimat pertama juga bisa diartikan bahwa dunia timur menyimpan potensi besar untuk menguasai masa depan. Adapun “Fajar cerah gemerlapan” jika diartikan secara khusus memaknakan sebagai kedatangan ‘Sang Surya’ yang membawa harapan dan optimisme bagi masyarakat di kawasan tersebut.
Pada kalimat kedua, “kabut hitam” dapat diartikan sebagai dua hal: para penjajah, maupun sifat yang bermuara dari sifat jahiliyah seperti kebodohan, keterpurukan, dan tertinggal. Kedatangan ‘Sang Surya’ dibayangkan untuk mengusir kabut hitam.
Pada kalimat ketiga, “menggugah kaum muslimin” artinya membuat sadar atau terbangun (awaken) kaum muslimin dengan suatu pemahaman baru yang mana sebelumnya mereka terlena dan banyak bermimpi atau berangan-angan saja namun tidak berbuat.
Pada kalimat keempat, “tinggalkan peraduan”, ‘peraduan’ di sini dapat dimaknakan sebagaimana makna aslinya yaitu “tempat beristirahat” (rumah, ranjang), atau “tempat bermain-main”, tetapi secara maknawi, ‘peraduan’ dapat diluaskan menjadi sifat “jago kandang” atau sifat inklusif “katak dalam tempurung”, tidak berani bersaing keluar dari komunitasnya untuk bertemu dan bersaing dengan komunitas lain.
Pada kalimat kelima, “Lihatlah matahari telah tinggi” tidak bisa dipisahkan dengan lirik selanjutnya yaitu “Di ufuk Timur sana”. Keduanya mengandaikan tentang masa (waktu) bahwa kaum muslimin telah tertinggal atau tertidur terlalu lama sehingga mendapati matahari telah naik begitu tinggi. Adapun frasa “Di ufuk Timur sana” memaknakan bahwa kaum muslimin secara umum memiliki pemahaman dan mental terjajah (captive mind, inlander) sehingga mereka diposisikan seakan-akan berada di bagian Barat (kaum kolonial) beserta pemahamannya terkait masyarakat Timur.
- Bridge:
Sami’na wa atha’na
Penjelasan kalimat per kalimat:
Pada kalimat bridge berikut ini sebenarnya terikat dengan lirik sebelumnya yakni “Seruan Ilahi Rabbi”. Di sini Rabb seperti makna di awal, diawali dengan kata ‘Ilahi’. Pemilihan kata ‘Ilahi’ yang bersinonim dengan ‘al-Ilah’, ‘al-Ma’luh’ adalah makna khusus tentang Allah yang lebih bersifat kepada soal-soal pokok agama (ushul) seperti akidah dan peribadatan. Sehingga kemudian diikuti dengan kalimat “sami’na wa atha’na”, yaitu taat sepenuhnya. Adapun soal cara bermasyarakat dan hal-hal duniawi (mu’amalah), tidak masuk dalam makna “sami’na wa atha’na” ini.
Reffrain:
Ya Allah Tuhan Rabbiku
Muhammad Junjunganku
Al Islam agamaku
5. Coda:
Muhammadiyah gerakanku
Penjelasan:
Kalimat ini bersifat penegas.
Kesimpulan
Menghimpun pemaknaan dari setiap lirik dari lirik pertama sampai lirik terakhir secara holistik, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan sebagai “Sang Surya” dalam lirik paling awal dan judul lagu adalah organisasi Muhammadiyah itu sendiri.
Allahu a’lam bishawwab
Sumber: https://muhammadiyah.or.id/membedah-makna-lirik-lagu-sang-surya-muhammadiyah/