Mengenal Plagiarisme Dalam Dunia Pendidikan
Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul terkait plagiat adalah seberapa banyak plagiat dapat diterima atau ditoleransi. Jawaban atas pertanyaan itu sebenarnya adalah nol. Artinya, plagiat sama sekali tidak diperkenankan dalam menghasilkan suatu karya.

Read More...

Mengenal Plagiarisme Dalam Dunia Pendidikan

Bagi mahasiswa, tugas mulai dari pembuatan makalah atau artikel merupakan hal lumrah dan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari untuk diselesaikan hingga nantinya, mereka harus menyusun tugas akhir berupa Skripsi. Sehingga, kata Plagiarisme saat ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi mereka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri.

Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, definisi plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.

Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul terkait plagiat adalah seberapa banyak plagiat dapat diterima atau ditoleransi. Jawaban atas pertanyaan itu sebenarnya adalah nol. Artinya, plagiat sama sekali tidak diperkenankan dalam menghasilkan suatu karya. Yang disalahartikan di sini ialah bukan plagiat, melainkan kemiripan naskah secara tekstual. Persentase kemiripan naskah inilah yang kerap dijadikan patokan dalam penentuan batas kepatutan dalam penerimaan atau penolakan suatu karya ilmiah.

Secara mendasar, pengabaian persentase kemiripan didasarkan pada tiga pertimbangan utama, yaitu:

  1. kebergantungan secara berlebihan pada jumlah kata atau panjang naskah karya ilmiah.
  2. kemiripan yang tidak perlu dipersoalkan tetapi turut terhitung sebagai kemiripan yang dipermasalahkan.
  3. pengabaian pada plagiat yang berupa parafrasa atau perubahan kata, yang membuat angka kemiripan yang dihasilkan menjadi kabur dan kurang akurat dalam menentukan taraf penyimpangan. Pada bagian berikut, dibahas ketiga alasan yang menjadi bahan pertimbangan pengabaian persentase kemiripan naskah dalam penentapan tingkat penyimpangan plagiat.

Melansir dari akun Instagram @ditjen.dikti, ruang lingkup plagiarisme antara lain:

  1. Mengutip kata, kalimat, data, dan informasi dari sumber lain tanpa memberitahukan identitas sumbernya
  2. Menggunakan ide, teori, dan pendapat tanpa memberitahukan identitas sumbernya
  3. Melakukan parafrase atau mengubah kalimat atau pendapat dan gagasan orang lain tanpa memberitahukan sumbernya
  4. Mengakui karya ilmiah yang telah dibuat atau dipublikasikan orang lain sebagai karya ilmiahnya tanpa memberitahukan sumbernya

Masih mengutip dari sumber yang sama, tipe-tipe plagiarisme yang dimaksud antara lain:

  1. Plagiarisme kata demi kata (Menuliskan setiap kata dari penulis lain tanpa memberitahukan sumbernya);
  2. Plagiarisme atas sumber (Menulis berdasarkan ide atau pendapat pihak lain tanpa memberitahukan sumbernya);
  3. Plagiarisme pengarang (Mengakui sebagai penulis karya tulis milik orang lain); dan
  4. Plagiarisme diri sendiri (Penulis mendaur ulang karya tulis miliknya sendiri tanpa melakukan perubahan yang signifikan).

Sumber: Instagram Ditjen Dikti, dan https://anjani.kemdikbud.go.id/

Managed & Maintenanced by ArtonLabs