Alasan Muhammadiyah Tidak Menggunakan Rukyat dalam Penentuan Awal Bulan
Dalam ilmu falak, hisab berarti melakukan perhitungan posisi geometris bulan dan matahari. Hisab tidak ada hubungannya dengan penampakan. Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo, semangat yang ditunjukkan Al Quran dalam menentukan awal bulan ialah menggunakan metode hisab, bukan rukyat.

Read More...

Alasan Muhammadiyah Tidak Menggunakan Rukyat dalam Penentuan Awal Bulan

Dalam ilmu falak, hisab berarti melakukan perhitungan posisi geometris bulan dan matahari. Hisab tidak ada hubungannya dengan penampakan. Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo, semangat yang ditunjukkan Al Quran dalam menentukan awal bulan ialah menggunakan metode hisab, bukan rukyat.

Menurutnya, ada dua ayat yang mengandung isyarat yang jelas kepada hisab, QS. Ar-Rahman ayat 5. Ayat ini tidak sekadar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan. Sedangkan dalam QS. Yunus ayat 5 menyebutkan bahwa menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

Selain itu, hadis-hadis yang memerintahkan rukyat adalah perintah berillat. Illat ialah alasan di balik penetapan suatu hukum. Dalam kasus hadis tentang penentuan awal bulan hijriyah, ilatnya ialah kondisi umat pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi), sehingga untuk memudahkan Nabi saw memerintahkan sarana yang tersedia saat itu, yaitu rukyat.

Rahmadi juga menerangkan bahwa rukyat bukan bagian dari ibadah mahdlah, melainkan alat untuk menentukan waktu. Sebagai alat, rukyat dapat diubah dengan model penghitungan secara eksak demi tercapainya suatu tujuan. Lagi pula, dalam hadis Nabi Saw tentang penentuan awal bulan, yang menjadi ibadah mahdlah adalah puasa, bukan rukyat.

“Saya kira persoalan ini banyak sekali ditulis para ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf Al Qaradlawi dan Prof Syamsul Anwar bahwa rukyat bukan ibadah. Artinya, ia hanya sarana, sehingga tidak melakukan rukyat, tidak melanggar syariat,” ucap Rahmadi dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (22/02).

Jika rukyat tidak dipakai, maka Muhammadiyah lebih memaksimalkan peran hisab. Menurut Rahmadi, kriteria hisab yang digunakan Muhammadiyah ialah hisab hakiki wujudul hilal. Kriteria dengan metode ini adalah telah terjadi ijtimak (konjungsi); pada saat terbenam matahari, bulan belum terbenam; dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk. Menjadikan keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan kamariah baru merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.

Berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal ini, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023; Idul Fitri 1444 H atau 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023; dan 1 Zulhijah 1444 H pada Senin, 19 Juni 2023.

Sumber: https://muhammadiyah.or.id/alasan-muhammadiyah-tidak-menggunakan-rukyat-dalam-penentuan-awal-bulan/

Managed & Maintenanced by ArtonLabs